KEREN ITU, PMII : REFLEKSI 64-TH PMII BERKIPRAH

Oleh : Sajad Khawarismi M.M dan Safina Ulfi M.

 “Terbentuknya pribadi Muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan senantiasa bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta berkomitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”.

 Kalimat diatas adalah sesuatu yang selama ini selalu tetap dipegang teguh oleh seluruh kader dan anggota. Sebuah organisasi yang lahir tepat pada tanggal 17 April 1960 masih ber eksistensi tinggi karena segala bakti dan perjuangan yang telah mereka dedikasikan untuk bangsa dan negara. Berawal dari hasrat dan inisiatif murni mahasiswa untuk mengkonkritkan wadah khusus bagi mahasiswa nahdliyin yang disampaikan melalui forum Muktamar ke II pada tanggal 1-5 Januari 1957 di Pekalongan, Jawa Tengah, dimana NU masih partai besar yang sudah melahirkan IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) pada 24 Februari 1954. Notabene dalam struktur kepengurusannya sebagian besar adalah kalangan mahasiswa sehingga pada bulan Desember 1958 melalui forum selanjutnya (Muktamar III) mereka membentuk Departemen Perguruan Tinggi (DPT) IPNU yang tak berlangsung lama dikarenakan tidak berjalan sesuai harapan dan dibentuklah organisasi yang terpisah secara struktural dan fungsional dengan IPNU pada konbes IPNU 14-16 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta yang dinamakan “PMII”.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tidak terlahir dari ruang kosong. Perumusuannya dilakukan oleh 13 tokoh insan cendikiawan yang kritis mengahadapi keotoriteran penguasa kala itu, perencanaan matang serta istikharah yang panjang hingga berdirilah organisasi PMII yang masih dibawah komando Mahbub DJunaidi selaku ketua umum PMII pertama. Mahbub Djunaidi atau biasa dijuluki “Sang Pendekar Pena” sangat lihai dalam menahkodai arah gerak PMII dimana saat itu fokus kritisnya melalui tulisan-tulisan kritik yang ditujukan pada penguasa yang berlaku sewenang-wenang, dengan menutup segala ruang aspirasi dan pendapat bebas dalam ruang publik bahkan melakukan tindakan yang separatis dan anarkis bila mana ada seorang Masyarakat sipil yang tetap melawan dan mengkritisi pemerintah.

Tentu anggota dan kader PMII tidak tinggal diam melihat fenomena kala itu, organisasi yang di pimpin Mahbub Djunaidi tetap bertekad untuk memperjuangkan keadilan dengan memberikan lontaran kritik pada pejabat Negara. Dalam usianya yang masih muda sejak berdirinya, PMII mulai disegani dan tidak dipandang remeh oleh organisasi kepemudaan yang ada pada waktu itu, telah turut andil dalam ruang-ruang sosial dan politik, terbukti dengan menjadi anggota forum pemuda sedunia di Moscow, menjadi pimpinan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), berpartisipasi dalam pembentukan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), dan bergabung dalam kelompok cipayung serta berbagai aksi-aksi lainya.

Pada forum Kongres IV pada 25-30 April 1970 di Makassar terdapat pembahasan Independensi PMII dan ditindak lanjuti saat adanya Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1972. Pada mubes tersebut berbagai pembahasan independensi kemudian melahirkan rumusan yang biasa disebut “Deklarasi Munarjati” pada Desember 1973. Sejak tercetusnya Deklarasi munarjati inilah kemudian PMII dapat dengan bebas menentukan kehendak dan idealismenya tanpa harus ada hegemoni internal dari siapapun, termasuk NU. Namun tetap saja antara keduanya perlu ditarik benang merah secara pemahaman ideologis, yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah.

Faktor utama independensi adalah karena keterbatasan gerak mahasiswa yang berada dibawah struktural NU karena di akhir tahun 1950 situasi politik dan keamanan di tanah air sedang bergolak dan NU masih belum menemukan titik kepercayaan dirinya untuk memimpin sebuah wadah atau organisasi sehingga beberapa orang pemimpin saat itu diambil dengan meng-NU kan para sarjana yang berasal dari luar lingkungan nahdliyin. Bisa dikatakan marwah partai NU dihamburkan untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan kepada orang-orang selain jama’ah. Menyadari timbulnya sikap-sikap pragmatis serta adanya kenyataan praktis dan psikologis seperti ini yang semakin membuat mahasiwa terdorong untuk membuat wadah sendiri.

Saat ini organisasi dengan berbasis gerakan menuju usianya yang ke 64 tahun, tentu tidak sedikit momentum dan sejarah dari terbentuknya pada tahum 1960 silam yang telah banyak organisasi ini catatkan dalam mengawal dengan tetap memperjuangkan esensi dari kemerdekaan republik Indonesia sesuai yang termaktub pada tujuan PMII. Diusianya yang telah bertambah tentu penting bagi kita melakukan refleksi, evaluasi, ataupun mengapresiasi atas segala bakti dan juang yang telah anggota dan kader PMII lakukan selama ini. Jika di renungkan kembali, kita dapat mengetahui nilai-nilai didalamnya yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk berpikir serta bertindak yang saat ini perlu tetap kita jaga agar bisa bertahan dalam menghadapi kondisi bangsa.

Seseorang yang berada dalam roda organisasi PMII sudah sepatutnya menyadari bahwa degradasi intelektual dan keagamaan dalam tubuh anggota dan kader PMII perlu untuk di revitalisasi kembali. Sebagaimana mengetahui bahwa mulai terkikisnya ruang kritis dan memudarnya ruang diskusi yang sudah menjadi lingkar budaya dalam ber-PMII perlahan mulai tidak menampakan taringnya. Padahal jika mengingat akan hakikat berdirinya PMII adalah perkumpulan yang diisi oleh kaum-kaum akan haus ilmu dan narasi perjuangan, bukan perkumpulan kaum-kaum yang suka rebahan yang meninggalkan ruang diskutsus kajian. Dengan demikian tidaklah mungkin nantinya di usianya yang semakin menua PMII akan kehilangan kader dan anggota terdidik yang semangat akan memperjuangkan kemaslahatan dan murka terhadap kebatilan.

Saat ini posisi kader PMII seharusnya bisa lebih menyikapi hal ini dengan taktis dan sistematis supaya dapat memberi pengarahan terhadap kader serta anggota lainnya untuk kembali kepada khittoh dengan memberikan kontribusi pemikiran dan tindakan dalam merawat kultur ideologi dan senantiasa mengawal gerakan perubahan, serta melangitkan narasi maupun aksi perlawanan terhadap mereka yang semena-mena duduk pada tampu kekuasaan dan dalam mengambil keputusan. Sudah saatnya anggota dan kader PMII untuk mengisi pada basis-basis ranah intelektual, menjadi pakar hukum, menjadi pakar ekonomi, menajadi pakar Pendidikan, menjadi pakar teknologi dan lain sebagainya, bukan hanya menonton serta menjadi penikmat semata.

Sekali lagi selamat memperingati hari lahir ke 64-Th pergerakanku semoga ilmu dan bakti yang telah diberikan menjadi kebermanfaatan dalam lintas sejarah bangsa ini. Untukmu satu tanah airku, untukmu satu keyakinanku.