PENGIMPLEMENTASIAN ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL-FIKR

 DALAM KONTEKS BERBISNIS

Oleh: Anggita Legian Afriana 

Ahlusunnah Wal Jama’ah merupakan suatu faham atau ajaran dalam islam yang mengikuti apa yang Rasulullah dan Sahabat kerjakan, atau apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. baik dalam ucapan, perilaku, maupun ketetapan beliau. Sumber hukum islam yang digunakan oleh ajaran ahlusunnah waljama’ahdalam menentukan hukum islam sesuai apa yang sudah dijelaskan dalam  Q.S. An.Nisa:59, dimana berdasarkan pada ayat tersebut terdapat empat dalil yang dapat dijadikan pijakan dalam menentukan suatu hukum, yakni pada Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Keempat dalil ini ditegaskan, Perintah taat kepada Allah SWT dan utusannya berarti perintah untuk tetap berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits, perintah taat kepada Ulil Amri berarti perintah untuk berpegang pada Ijma’ (konsensus) umat (mujtahidin), dan perintah mengembalikan perselisihan kepadaAllah dan RasulNya berarti perintah berpegang pada Qiyas atau mengeluarkan suatu hukum yang serupa dari hukum yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an dan Hadits, sepanjang tidak ada nash dan Ijma’. Sebab Qiyas menganalogikan suatu masalah yang belum ada ketetapan hukumnya, baik dalam nash ataupun dalil dengan masalah yang sudah ada ketetapan hukumnya karena ada persamaan ‘illat.

Menurut KH Said Aqil Siradj dalam menanggapi makna tentang Aswaja, beliau mengatakan bahwa aswaja merupakan seorang yang memiliki konsep berfikir religius pada setiap aspek kehidupan dengan berlandaskan nilai-nilai moderasi dan menjaga keseimbangan toleransi. Dimana konsep pemahaman ahlusunnah waljama’ah disini terdapat, Tawasuth (Moderat) sebuah sikap keberagaman yang tidak turut serta terhadap hal-hal yang sifatnya memihak ketika dihadapkan pada kedua hal yang berbeda, Tasamuh (Toleran) sebuah sikap yang menerima keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat, Tawazun (Seimbang) sebuah keseimbangan sikap dari keberagaman kemasyarakatan yang bersedia memperhitungkan dari berbagai sudut pandang yang kemudian mengambil posisi yang paling seimbang dan proporsional, Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebuah sikap yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari hal yang bersifat kemungkaran. Dan sehingga bagi beliau aswaja diletakkan secara proporsional (wajar), yakni ahlusunnah waljama’ah sebagai Manhaj al Fikr.

Aswaja dijadikan Manhaj Al Fikr artinya aswaja bukan dijadikan tujuan dalam beragama melainkan dijadikan metode dalam berfikir untuk mencapai kebenaran agama. Aswaja diposisikan sebagai metode berpikir dan bertindak yang berarti menjadi pisau analisa, untuk mencari, menemukan, dan menyelesaikan berbagai macam persoalan sosial guna melahirkan pikiran-pikiran baru yang orisinil.

Sebagai seorang muslim yang berhaluan ahlusunnah wal jama’ah yang memiliki kesibukan dalam halberbisnis, wajib mencontoh atau mengimplementasikan cara berbisnis yang baik dan benar sesuai apa yang telah dicontohkan nabi Saw dan apa yang sudah menjadi perintah dalam Al Qu’an yang seharusnya orang muslim lakukan. Dimana beliau Saw, menjadi seorang pedagang yang selalu menerapkan dan mengedepankan sikap jujur, ikhlas, dan profesional. Dimana yang didalam Al-Qur'an memerintahkan kepada manusia untuk jujur, ikhlas, dan benar dalam semua perjalanan hidupnya, dan ini sangat dituntut dalam bidang bisnis syariah. Jika penipuan dan tipu daya dikutuk dan dilarang, maka kejujuran tidak hanya diperintahkan, tetapi dinyatakan sebagai keharusan yang mutlak.

Tawassuth (Moderat) sebagai sikap tengah atau moderat yang tidak cenderung ke kanan atau ke kiri dan tercermin kemoderatannya dalam pengambilan suatu hukum, juga memperhatikan dalam Nash. Ketika dikaitkan nilai tawasuth ini dengan bagaiamana kita menjalankan roda kehidupan perekonomian dalam hal berbisnis, dimana seorang pedagang harus sesuai dengan nilai yang diajarkan dalam islam. Dunia bisnis adalah lingkungan yang kompetitif dan seringkali sangat bergantung pada hubungan. Dengan adanya bisnis, dapat terjalin suatu silaturahmi tanpa membedakan perbedaan kelompok maupun golongan sehingga komunikasi dalam suatu hubungan akan semakin kuat dan harmonis, menerima saran maupun pendapat dari orang lain yang berbeda dengan kita sendiri, yangnantinya juga akan berdampak positif pula pada binis yang akan kita jalani. Maka penting sekali pengimplementasian sikap ini untuk diterapkan dengan tanpa membedakan atau pilih-pilih ketika akan berinteraksi dengan kelompok lain. Dengan demikian, sebagai seorang pebisnis selalu dengan sikap tegak lurus atau moderat, yaitu tidak akan condong pada kelompok tertentu saja

Tawazun (Berimbang)ialah sikap yang berimbang dan harmonis dalam mencetuskan sebuah keputusan dan kebijakan atau dapat dikatakan sesuatu sikap yang dilakukan secara proporsional dan seimbang. Sebagai khalifah dimuka bumi ini dalam menjalankan aktifitas keseharian dengan mencari rezeki yang halal. Dituntut tidak harus selalu mencari keuntungan didunia saja akan tetapi juga mencapai falah, dimana merupakan bentuk suatu kemuliaan, kemenangan dalam hidup, keberuntungan jangka panjang baik didunia maupun di akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun juga menekankan pada aspek spiritual. Dengan demikian, seorang pebisnis selain memiliki sikap moderat juga ketika mencari keuntungan tidak berfokus didunia saja juga harus berorientasi pada akhirat.

Tasamuh (Toleran) merupakan sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam pemikiran, sosial kemasyarakatan, suku, bangsa, agama, tradisi-budaya, dan lain sebagainya. Sikap yang juga dapat menciptakan keharmonisan kehidupan sebagai sesama umat manusia, sebuah sikap untuk membangun kerukunan antar sesama makhluk Allah dimuka bumi agar tercipta peradaban manusia yang madani. Didalam dunia bisnis, dengan keberagaman bisnis yang terjadi pada saat ini, wajib bagi seorang pebisnis mengharagai semua bisnis tidak merasa bisnis yang baru tersebut menjadi sebuah saingan.

Ta’adul (Netral dan Adil) merupakan sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang, menyikapi, dan menyelesaikan segala permasalaahan. Dan sikap adil tidak selamanya berarti sama atau setara (Tamatsul) dimana sesuai berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing. Salah satu prinsip paling mendasar dalam adab bisnis adalah menerapkan keadilan. Dimana seorang pebisnis penting mengetahui keadilan dan kesetaraan dalam berbisnis, memperlakukan semua pihak dengan adil dan tidak diskriminatif. Sesuai yang disebutkan dalam Q.S. Al Mai’idah:8, dimana berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Nilai Ta’addul merupakan pola integral dari Tawassuth, tasamuh, dan Tawazun. Dengan adanya keseimbangan, toleran, dan moderat maka akan mengarah pada sebuah nilai keadilan yang merupakan ajaran Universal Aswaja. Jadi keadilan ini akan tercipta apabila Tawasuth, Tasamuh dan Tawazun ini sudah maksimal terlaksana. Sungguh akan menjadi kader yang ulul albab jika bisa menerapkan semua nilai-nilai itu.