Konstruksi Dunia Literasi Mahasiswa Terhadap Impresi Aplikasi TikTok Era Industry 4.0 Tinjauan Filosofis Simulacra Jean Baudrillatd
                      Oleh: Sugianto
Kami mahasiswa bersumpah mengaku bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan. kami mahasiswa bersumpah mengaku berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. kami mahasiswa bersumpah mengaku berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan. Kira- kira inilah warnah kalimat yang di ucapkan mahasiswa sebagai bentuk sumpah di atas bumi pertiwi untuk membuka gerbang awal tumbuhnya generasi revolusioner dalam menyandang status sebagai mahasiswa. Tidak selesai disitu, mahasiswa yang sudah bersumpah telah mengemban nilai estitik untuk di aplikasikan sebagai bentuk manifestasi diri dalam tindakan social, politik ekonomi, dan sebagainya, Hal itulah yang sekiranya akan memberikan gerak baru bagi mahasiswa akan pentingnya kesadaran di dalam intraksi sosial.

Mahasiswa lebih akrab di analogikan sebagai pemuda tapi yang memberikan sedikit perbedaan adalah mengenai identitas sebagai pelajar yang berada di perguruan tinggi dan itu merupakan satu- satunya tingkatan terakhir yang mereka tempah. Perguruan tinggi yang menjalar luar menjadi simpatisan anak muda masa kini untuk memperdalam ilmu dan menjadi auditorium kristalisasi mindset untuk mendorong akomodasi kemampuan intlegensi atau menganalis sektor lingkungan setempat di dalam kehidupan masyarakat yang tidak lepas dari kendali para birokrasi. Mengutip sedikit bahasa Najwa Shihab bahwa luasnya indonsesia dari sabang sampai merauke tidak akan ada apa- apanya ketika mahasiswa sudah buta dengan idealisme.  

Kegagalan kita hari ini di dalam memahami isu- isu baru di sebabkan gerakan kita sendiri ketika mengambil kebijakan tidak mengaca pada fakta yang ada. Jadi kepedulian terhadap apa yang di rasakan masyarakat dengan regulasi sistem yang ada, kita selalu akan kewalahan dan berpangku pada hal yang bersifat imajenir. Karna itulah ketelitian dan cara memahami maka libatkan apa yang menjadi kendali dalam persoalan di dalam memberikan solusi dan tindakan yang responsif dan progresif. Ketika mahasiswa di suguhkan dengan isu- isu baru dan itupun kita apatis di dunia leterasi maka tidak menutup kemungkinan kita akan di mangsa dan menjadi budak dari isu sendiri. Kenapa demikian? Karna satu-satunya pola yang dapat memberikan revolusi yang adaptif adalah kejelihan kita dalam memahami dan menganalis dari sektor mana kita mulai bergerak untuk merubah dan mengatasi suatu problem yang menjadi isu itu sendiri. 

Sekarang kita menyadari bahwa mahasiswa dalam pegiat dunia literasi kurang efektif sebagai kebutuhan primer serta ujung tombak karna terkesan sudah di suguhkan dunia baru yang datang menebarkan benih- benih hidonisme sebagai bentuk keberhasilan zaman renaisans puncak dari eraglobalisasi yang kita lebih kenal dengan era revolusi industry 4.0. dapat di katakan sebagai sebuah perubahan karena memberikan efek besar kepada ekosistem dunia dan tata cara kehidupan. 

Perkembangan revolusi 4.0 sangat pesat karna itu tidak di alami di era revolusi 3.0 maka menawarkan inovasi baru demi cerahnya sebuah perubahan yang bisa mengendalikan kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot, dan mesin pintar. Tapi salah satu hal terbesar di era revolusi industry 4.0 adalah Internet of Thing yang mempunyai kemampuan menyambung dan memudahkan proses komunikasi antara mesin, perangkat, sensor, dan manusia melalui jalur internet. Pola kehidupan seperti inilah yang memberikan tafsiran berbeda- beda sehingga menghasilakan nilai positif dan negatif. 

Kehadiran internet of thing memberikan kemudahan yang serius terhadap manusia agar tidak terlalu membuang tenaga di dalam mengambil tindakan yang sifatnya di amputasi oleh jarak. Sebagai contoh kecil, apabila kita di era industry 3.0 kita hanya dapat mentransfer uang melalui ATM atau teller bank, maka saat ini kita dapat melakukan transfer uang di mana saja dan kapan saja selagi kita terhubung dengan jaringan internet. Itu nilai positif yang bisa di pahami dan dapat kita petik atau ambil.

Tapi tidak hanya itu, ada sisi negatif yang tidak dapat di tinggalkan di dalam tubuh internet of thing itu sendri. karna ada berbagai cara yang yang di lakukan oleh pengelolah internet sehingga menghasilkan berbagai macam jenis aplikasi sebagai awal terbentuk dan tersebar luasnya pengaruh internet di lingkup dunia. Contoh kecilnya adalah hadirnya aplikasi TikTok yang saat ini lagi viral di seluruh dunia. Penggemarnya tidak hanya masyarakat sipil tapi juga mahasiswa tidak menutup kemungkinan sampai mencapai 10.1% dan manjadi kepentingan yang acap kali menjadi tontonan khususnya Wa Strory.

Dengan demikian penelitian menjadi bukti konkret bahwa aplikasi tiktok dapat merugikan kouta, kemudian waktu yang tidak manfaat baginya. Dan pengaruhnya dalam dunia mahasiswa adalah memberikan peluang yang buruk untuk mereputasi cara pikir yang kritis karna seolah- olah akan menjadi rutinitas setiap hari berseda gurau dengan smartphone. Selain itu, dia akan lupa dengan aktivitas yang lain sehingga ia lebih ingat dengan peran atau goyangan yang di mainkan. 
Sangat di sayangkan nilai akhlak, moral, dan etika harus di jaga sebagai ciri karakter bahwa kita bisa menjaga nilai estitika terjun ke media social, sebab kesenangan akan mengalahkan semuanya. Jadi jangan salahkan kebodohan jika pikiran dan tindakanmu di masa depan tidak terarah karna masa mudamu dibuat untuk mencari kesenangan semata. itulah hasil eksperiment dunia kalau kita tidak pintar mengendalikan hal yang baik serta searah dengan peran dan fungsi mahasiswa.

Tidak lepas dari muncul dan berkembang pesatnya internet of thing merupakan konsep yang bertujuan untuk merperluas manfaat dari konektivitas yan tersambung secara terus-menerus. Kendati demikian muncullah sebuah teori Simulacra yang populer dan di cetuskan oleh Sosiolog 1981 Jean Baudrillard dimana tokoh berusaha untuk memeriksa hubungan antara realitas, simbol, dan masyarakat. Khususnya signifikansi dan simbolisme budaya dan media yang terlibat dalam membangun pemahaman tentang keberadaan bersama.

Di dalam toori simulacra ada dua konsep yang menjadi point dari Jean Baudrillard yaitu apa yang kita kenal dengan heperlialitas dan simulasi. Hiperrealitas disini adalah gejala munculnya berbagai realitas buatan yang bahkan lebih real dari yang real. Dalam artian heperrealitas ialah kemampuan media massa yang bisa mendaur ulang realitas sehingga realitas yang asli bercampur dengan citraan, ilusi, imajinasi, dan fantasi, sehingga manusia terkukung dengan realitas palsu. Berbeda dengan simulasi yaitu sebuah duplikasi dari duplikasi yang aslinya tidak pernah ada, sehingga duplikasi yang asli kabur di ganti yang baru. Dengan kata lain adalah pemalsuan, atau tiruan sebagai bentuk representasi sesuatu.

Silamulacra tampil seperti realitas yang sesungguhnya, padahal ia adalah realitas artifisial yang di ciptakan melalui teknologi simulasi media. fenomena ini sangat layak dikaji secara ilmiah mengingat keberadaan begitu sentral dalam masyarakat. Terlebih lagi peran media yang kental dalam arah pelajar khususnya mahasiswa. Dari teori simulacrum kita dapat menarik benang merah bahwa kehidupan manusia saat ini di tentukan oleh citra, kode, duplikasi dari yang asli menjadi pemalsuan.  Mengutip adagium Xenophanis bahwa seandainya sapi dan kuda saat ini bisa menggambar maka dia akan menggambar tuhannya sendiri. Jadi sangat canggih dan pesatnya dunia internet maka perlu di sadari sebagai bahan refleksi dalam melihat budaya media, yang kemudian menjadi perhatian masyarakat dan mahasiswa khususnya. 

Hemat saya, kebiasaan dalam mengakses TikTok mengarahkan mahasiswa pada gaya atau penampilan yang sedang viral (ngetren). Mereka tidak mau ketinggal zaman hari ini. Hal ini yang mengakibatkan mahasiswa menjadi konsumtif secara berlebihan dan banyak membuang waktu untuk keperluan yang sekiranya tidak ada manfaatnya. Mahasiswa juga terpengaruh dengan model- model gaya atau goyangan TikTok sehinga mereka lupa jati diri yang sebenarnya. Sehingga bukan lagi pada warna literasi yang lebih di geluti tapi pada soal fashion sehinnga media itulah yang menjadi pesan tersendiri. 
Terima kasih!!!