Konservasi Hipotesis Represif: Alienasi Resistensi Terhadap Penindasan?
                     Oleh : Sahabat Sigit

       Dengan insyaf dan penuh kesadaran bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau yang kita kenal dengan PMII merupakan salah satu organisasi dengan eksponen gerakan yang argumentatif untuk membela kaum mustad’afin. Proses pembinaannya dikenal dengan proses kaderisasi. 
       Tata kelola pengkaderan yang baik selalu berangkat dari kenyataan sebuah zaman dan selalu mengarah pada orientasi organisasi. Secara ideologis, eka-citra diri kader/anggota PMII dirumuskan sebagai insan Ulul Albab. Dapat diambil premis atau kesimpulan bahwa kaderisasi PMII pada hakekatnya totalitas upaya pemberdayaan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan untuk meningkatkan potensi dzikir, fikir, sekaligus amal sholehnya.
       Sudah 62 tahun sejak berdirinya, tentu dalam membangun sebuah sistem yang rapi membutuhkan kurun waktu cukup lama. Berbeda zaman tentu berbeda kondisi sosial, namun upaya untuk menjaga nilai organisasi haruslah tetap dirawat dan terwariskan hingga ke generasi berikutnya. Organisasi yang besar, ditentukan oleh kekuatan basis akar rumputnya atau yang disebut dengan Rayon. Rayon sebagai rumah suci dan mata air pengetahuan seyogyanya massif dalam melakukan kerja-kerja kaderisasi dan kerja-kerja gerakan.   
       Konstruksi kesadaran kolektif yang mulai salah kaprah, haruslah di dekonstruksi dengan sebaik-baiknya. Miris, melihat kondisi kader atau anggota hari ini yang notabene minat baca, mengkaji, menulis dan melakukan gerakan sudah mulai menurun. Tentu ini merupakan kekeliruan dalam memaknai orientasi dan arah gerak organisasi. 
       Istilah kiri seharusnya menjadi biasa dalam perbincangan sahabat/i, kini disesaki oleh ide-ide “pembumi-hangusan” segala hal yang berbau kiri. Buku-buku dan pemikiran kiri dulunya di anggap sebagai instrumen melatih ke-kritisan nalar, kini acapkali dianggap sebagai hal yang menyesatkan. Tragisnya, stigma tersebut sama sekali tidak sesuai dengan terminologi ‘kiri’. 
       Padahal, wacana pemikiran “kiri” merupakan pemikiran dan gerakan sosial yang senantiasa melawan segala hal yang berbau establishment atau penegakan kekuasaan yang otoriter dan kritik terhadap kapitalisme modern. Perlawanan terhadap kekuasaan inilah kemudian menjadi spirit ilmiah gerakan ‘kiri’. Suatu kenyataan yang harus diterima “dalam setiap represi akan selalu menghadirkan resistensi”. Setiap dominasi selalu saja memunculkan kekuatan lain untuk melawan dominasi tersebut. Resistensi pemikiran adalah simbol perlawanan dari mereka yang merasa tersisih, atau mereka yang selalu gelisah terhadap penindasan. 
       Banyak sekali para tokoh pemikir besar yang pokok pikirannya untuk melawan penindasan. Misal dalam sektor pendidikan, Paulo Freire dengan pendidikan kaum tertindas Pedagogy of the Oppressed. Freire memunculkan berbagai kesadaran baru untuk melawan berbagai ketertindasan secara edukatif dengan berpijak pada kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis. Biasanya sahabat/i PMII yang akan atau selesai PKD atau Pelatihan Kader Dasar baru menghafalkan 3 kesadaran yaitu kesadaran magis, naif, kritis. Dikarenakan diskursus tersebut ada pada materi Pelatihan Kader Dasar. Jauh lebih daripada 3 kesadaran itu, terdapat kondisi sosial yang melatarbelakangi produk pemikiran Freire
       Tokoh Recife Brasil tersebut, menyadari bahwa ada sistem pendidikan yang dianggapnya sebagai proses penindasan terhadap para pelajar. Ia menyebutnya dengan sistem pendidikan gaya bank atau ransfer pengetahuan. Kerangka dasar pendidikan ini, seorang pengajar dianggap sebagai orang yang paling berpengatahuan. Konsep ini bagi Freire malah menghapuskan daya kritis, daya kreasi, dan hanya membuat para pelajar patuh terhadap dogma. Pendidikan orientasinya haruslah pada penyadaran sehingga, kaum tertindas atau pelajar harus membebaskan diri dari si penindas atau pengajar. Freire menggagas konsep Pendidikan Hadap-Masalah atau Problem Posing, sistem yang memposisikan pelajar dan pengajar sama-sama sebagai subjek atau pelaku. Guru dan murid adalah Partnership (pendidikan dialogis), konsep pendidikan berikut merupakan pendidikan yang membebaskan bagi Paulo Freire.
       Kemudian dalam sektor ekonomi, tokoh besar dan tidak asing bagi anggota PMII Rayon FEBI, Karl marx dengan Magnum opus Das Capital (jilid I, II, III). Sebuah maha karya yang isinya untuk menghabisi kritik terhadap kapitalisme. Tokoh asal Jerman tersebut, melihat realitas pada masa hidupnya terdapat ketimpangan kelas sosial pada masyarakat. Kelas buruh atau proletar, dan kelas borjuis atau sebagai pemilik modal.         Pemikirannya dilatarbelakangi oleh kegelisahan melihat penindasan, yang kemudian melahirkan banyak tokoh-tokoh besar berikutnya dengan basis epistemologis dipengaruhi oleh pemikiran Marx. Jika para filosof sebelumnya mengubah cara berpikir, ia bukan hanya sanggup mengubah pola pikir, namun juga sanggup mengubah cara manusia bertindak (revolusi).
        Pemikiran Marx bukan hanya berkutat pada persoalan politis-ideologis perjuangan kaum buruh, tetapi juga menyebar luas kedalam struktur kognisi masyarakat dalam pembentukan teori-teori pengetahuan. Materialisme dialektis dan materialisme historis, menjadi basis struktur pengetahuan Marx, dipengaruhi oleh Hegel (dialektika historis). Setiap tokoh pemikir baru, tentu tidak pernah lepas dari pengaruh pemikiran para tokoh sebelumnya. Meskipun dalam konteks ini, pengaruhnya adalah tentang sepakat, sanggahan/penolakan , dialektika gagasan itu pasti selalu terjadi. Kemunculan para pemikir dalam Mazhab Frankfurt di Jerman memproklamasikan dirinya sebagai neo-marxis. Di bidang politik, Antonio Gramsci dengan teori hegemoninya, juga memperlihatkan pengaruh besar pemikiran Marx atas dirinya.
       Karya-karya Marx juga banyak berbicara mengenai hubungan antara kerja atau labour dan hakikat manusia. Ia meyakini bahwa sistem produksi kapitalis membuat kerja manusia menjadi tidak sesuai dengan hakikat kemanusiaan. Harga diri manusia atau ara buruh telah dijatuhkan melalui nilai tukar berupa upah/gaji. Kerja membuat para pekerja mengalami Alienasi. Tulisannya mengenai alienasi mulai dibangun ketika ia ada di Paris. Diskursus tentang alienasi pada awalnya dikembangkan oleh Feurbach, tokoh Hegelian kiri (kritis) yang sangat dikagumi oleh Marx. Alienasi dalam pekerjaan merupakan konsekuensi dari keberadaan kelas sosial yaitu kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis atau kapitalis adalah para majikan yang memiliki alat produksi berupa mesin-mesin industri, pabrik dan tanah. Kelas buruh atau proletar adalah mereka yang melakukan pekerjaan, kelas sosial yang terpaksa menjual tenaga dan waktu mereka kepada kelas kapitalis.
       Gagasan awal Karl Marx adalah upaya untuk membebaskan manusia. Manusia harus dibebaskan dari keterasingan atau alienasi dalam pekerjaan. Demikian kurang lebih tesis awal yang memulai perjuangannya untuk membebaskan masyarakat dari belenggu alienasi yang bersumber dari kapitalisme. Istilah “Alienasi” yang dikupas tuntas oleh Marx ini kemudian menjadi nama suatu banom kepenulisan di Rayon FEBI. Sebuah ikhtiar untuk melawan setiap kuasa yang menindas, kedzoliman yang terstruktur, dan membela kaum tertindas. 
       Idealnya spirit kepenulisan banom alienasi disesuaikan dengan beberapa kriteria tersebut. Kesadaran bersama bahwa menulis itu penting, tulisan merupakan alat transformasi gagasan. Sehingga pelaksanaan "Diklat Alienasi" menjadi penting untuk segera dilaksanakan.
       Prinsip utama yang harus ditanamkan terhadap para Crew Alienasi adalah Hipotesis Represif. Suatu pandangan yang mengatakan bahwa kebenaran secara intrinsik berlawanan dengan kuasa dan karenanya mempunyai peran pembebasan. ”Hipotesis Represif”, tradisi yang memandang kuasa hanya sebagai sesuatu yang memaksa, negatif, dan menindas. Jika para birokrasi menjadikan kuasa sebagai instrumen represif atau  penindasan, maka sahabat/i harus menjadikan tulisan sebagai instrumen perlawanan terhadap kekuasaan yang menindas.
       Jika Antonio Gramsci ketika di penjara mampu melahirkan magnum opusnya Prison Notebook, Ibnu Taimiyah yang melahirkan banyak karya meskipun berkali-kali masuk penjara, maka spirit untuk menulis juga harus dimiliki oleh setiap kader/anggota PMII Rayon FEBI.

Salam Pergerakan!!! 

Jember, 18 Agustus 2022
Ditulis dalam rangka membangkitkan semangat pergerakan tanpa jeda dan sebagai pemantik Pra-Diklat Alienasi.

Editor : R.B