APAKAH PANGGUNG DEMOKRASI ATAU LEGITIMASI ?
Oleh : Safina Ulfi M.
Demokrasi merupakan asas sistem politik yang
digunakan pemerintahan dimana dalam segala hal harus berdasarkan konsensus yang
disepakati oleh struktural suatu negara terutama oleh rakyat. Karena apa yang diputuskan
menjadi kebijakan negara nantinya akan menjadi penentu kehidupan rakyatnya,
pemerintah memang seyogyanya mengerti akan urgensi demokrasi bagi rakyat yang
memang tidak mungkin hanya seseorang yang ada didalam struktural legislatif,
eksukutif dan lainnya yang merasakan bagaimana kehidupan, masalah kekeluargaan,
ekonomi, hingga budaya rakyat dibawahnya.
Terdapat adagium yang sering kita dengarkan
yaitu “goverment of the people,by the people,and for the people” yang
artinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sebagai salah
satu pejalan adagium tersebut setidaknya kita paling sedikit harus
berkontribusi dalam kegiatan pengambilan keputusan dan mengkritisi apapun
wewenang pemerintahan apabila tidak sesuai dengan hak-hak yang seharusnya
diterima oleh rakyat. Pemerintah hanya menjadi sebuah agen birokrasi negara
yang nantinya akan mengatur jalannya roda pemerintahan serta tidak membuat
kebijakan atas dorongan pribadi dan menampung segala aspirasi rakyatnya baik
itu secara langsung maupun tidak langsung.
Demokrasi bukan hanya asas fundamental yang
diterapkan pada pemerintahan sebagai organisasi tertinggi dalam suatu negara
saja, tetapi demokrasi juga harus diterapkan pada organisasi-organisasi lain
terutama pada wilayah perguruan tinggi. Tentu didalam kampus terdapat berbagai
macam jenis organisasi dari mulai internal hingga eksternal yang juga tidak
akan lepas dari politik kampus, jadi dengan adanya sistem demokrasi yang
berhasil dan baik secara penerapan maka akan menjadi kampus yang ideal.
Kampus merupakan tempat seseorang berstatus mahasiswa
melakukan transformasi ilmu pengetahuan melalui proses pembelajaran wajib maupun
hanya diskusi antar mahasiswa sendiri. Kampus merupakan sebuah miniatur negara yang didalamnya terdapat berbagai organisasi
mahasiswa pemegang jabatan yang dapat dikatakan menjadi pusat kendali untuk
segala program atau kegiatan dari perguruan tinggi itu sendiri.
Adanya sebuah kampus tentunya ada sistem demokrasi yg harus
diikuti oleh setiap organisasi dan pribadi di dalamnya. Terutama oleh pemegang
kekuasaan tertinggi yang wewenangnya digunakan dalam setiap pengambilan
keputusan untuk hal yang administratif maupun sekedar pengambilan keputusan
pada organisasi organisasi dibawahnya.
Per hari ini kampus UIN KHAS Jember mengadakan
agenda tahunan yang bersifat wajib untuk melahirkan regenerasi dan melanjutkan
roda organisasi kemahasiswaan yang biasa disebut PEMIRA (Pemilihan Raya).
Selalu menjadi pertanyaan besar kepada sebagian besar bahkan seluruh mahasiswa,
apakah PEMIRA yang dilaksanakan setiap tahun sudah menerapkan sistem demokrasi?
Hal ini seharusnya menjadi tamparan besar untuk segenap pejabat legislatif dan
eksekutif dari organisasi kemahasiswaan sendiri.
Apa sebenarnya esensi atau output dengan
diadakannya PEMIRA dalam lingkungan PTKIN? Apakah sebagai penyuara demokrasi
untuk mahasiswa atau hanya sekedar legitimasi belaka? Kita semua harus sadari
semakin hari semakin banyak degradasi yang terjadi kepada para mahasiswa, dari
segi intelektual saja sudah dapat disadilihat bahwa adanya ruang-ruang diskusi
yang dahulu selalu dijaga telah sirna. Bahkan hanya sekedar duduk-duduk santai
saja tidak ada pembahasan mengenai suatu persoalan yang akan diusung untuk di
kritik oleh sesama mahasiswa.
Sepertinya adanya PEMIRA per hari ini hanya
dijadikan ajang kontestasi belaka, ajang aklamasi yang tidak mau mempertukarkan
gagasan sesama individu, ajang pamer kebodohan yang di alibikan dengan massa,
dan ajang perebutan wewenang hanya dengan alasan-alasan yang sepele.
Lalu apakah mereka yang telah mendapat kepercayaan di sentrum tersebut
menerapkan sistem demokrasi yang diagung-agungkan dalam visi misi nya? Apakah
pernyataan "dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat" belum cukup
terpikirkan oleh otak kecilnya? Seharusnya semakin tinggi jabatan yang mereka
emban akan membuat pemikirannya semakin praksis bukan pragmatis. Memang tidak
menutup kemungkinan masih banyak orang-orang yang mengaku namanya sudah besar
dikalangan sekitarnya tetapi masih tidak menyadari bahwa label yang mereka
dapat hanya fatamorgana semata.
Bangga karena merasa mempunyai banyak massa dibelakangnya tidaklah
terhormat apabila tidak berani berperang menghadapi rintangan di depannya.
Selalu merasa dirinya akan paling dihormati, selalu merasa diatas dan tidak
membutuhkan orang lain untuk kehidupan sosialnya. Serta masih saja bermain-main
dengan wewenang yang sudah diberikan kepada dirinya hanya demi eksistensi dan
validasi yang tiada guna.
Bukalah buku sejarah kalian kembali untuk mengingat bagaimana para
pemuda dahulu ingin menyatukan kelompok-kelompok kecil saja sudah sangat
menggugah dengan bersimpah darah. Lalu semudah inikah kalian? yang hanya mengaung kesana kemari dengan kekosongannya, bahkan tidak memiliki peran apapun dan tidak memberi sesuatu yang
benar-benar berguna untuk regenerasinya. Ingatlah bahwa kita bukan revolusioner dunia,
kita bahkan bukan 10 pemuda yang dapat membuat gentar negara, kita hanya
pribadi yang dititipkan bekal bagaimana menjadi seseorang yang setidaknya bisa
berguna untuk dirinya dan orang disekitarnya.
0 komentar